Senin, 05 Mei 2014

Potensi Kayambang sebagai campuran pakan itik


Kayambang
duckweed?” atau “kiambang?” Istilah lokal yang sering disebut adalah “kayambang”. Duckweed atau kiambang yang selama ini dianggap sebagai pengganggu ikan peliharaan bagi sebagian pembudidaya ikan ternyata adalah salah satu tanaman akuatik yang memiliki potensi sebagai pakan untuk ikan dan udang. Beberapa contoh duckweed yang dapat diberikan pada ikan dan udang adalah dari genus Lemna sp, Spirodela, Wolfia, Wolffiella dan Azolla sp. Dari beberapa genus tersebut, Lemna dengan spesies Lemna minor menjadi salah satu kiambang yang sering diberikan untuk ikan, udang dan beberapa jenis unggas.
Kayambang (Silvinia molesta) merupakan tumbuhan air yang hidup mengapung (floating) pada permukaan air yang terdiri atas batang, daun dan akar.Batangnya bercabang tumbuh mendatar dan ditumbuhi bulu panjang hingga mencapai 30 cm. Kayambang dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 1800 meter di atas permukaan air laut. Di Indonesia penyebaran tumbuhan ini banyak dijumpai di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Soerjani et al. 1978).
Kayambang tumbuh subur di sepanjang sungai, waduk, danau, kolam atau sawah, serta penyebarannya kontinyu melalui aliran sungai atau sistem pengairan/irigasi. Tumbuhan ini biasanya lebih banyak dijumpai dan tumbuh subur di antara tanaman padi, bahkan kehadiran kayambang akan menekan perkembangan tumbuhan air lainnya sepertiduckweed atau azolla, sehingga dapat mengurangi penyebaran tumbuhan tersebut. Pertumbuhannya yang cepat dan kultivasi biomassa yang singkat, tumbuhan ini dapat menghisap oksigen (O2) dalam air kolam, waduk, sepanjang aliran sungai atau sistem pengairan, meskipun di bawah kondisi lingkungan yang kurang baik (Paterson, 1999).
Kandungan unsur hara yang terdapat dalam kayambang yang telah dijadikan bokashi sangatlah banyak tetapi jumlahnya masih relatif kecil, yaitu N (1,93%), P (0,84%), K (0,47%), Fe (0,51%), Na (0,81%), Ca (0,05%), Mn (1,40%), Zn (0,90%) dan Cu (14%) (Wabatabe, 1984 dalam Sustiyah dan Fengki, 2005). Eceng gondok yang dikenalsebagai gulma air digunakan sebagai bahan baku pembuatan bokashi.  Sarief (1986) mengemukakan bahwa susunan hara eceng gondok meliputi 0,04% nitrogen, 0,06% P2O5, 0,20% K2O, 3,5% bahan organik, dan 93,3 % air.  Manin (1997) menambahkan bahwa berdasarkan bahan kering eceng gondok mengandung 17,69% protein kasar, 29,30% serat kasar,  2,66% lemak kasar, 9,26% abu, 0,34% Ca, 0,45% P, dan 4016 K.kal/kg.

Potensi Kayambang sebagai campuran pakan itik

Dari beberapa laporan hasil penelitian tentang pemanfaatan kayambang sebagai bahan pakan ternak, disimpulkan bahwa tumbuhan ini mempunyai potensi dan prospek yang baik dalam mendukung penyediaan pakan berbasis bahan pakan lokal. Pemanfaatan bahan pakan lokal yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, tetapi dapat meningkatkan performa ternak merupakan alternatif yang dapat dipilih (Satata, 1992), sehingga dapat menekan pengeluaran biaya pakan, yang merupakan komponen terbesar dalam beternak unggas (Rohaeni dan Setioko, 2001).

Penggunaan kayambang sebagai bahan pakan ternak, dikemukakan Situmorang (1994) bahwa pemberian 5% dalam ransum babi lepas sapih, menunjukkan pertambahan bobot badan yang lebih baik dibanding kontrol, bahkan pemberian sampai level 20% dapat menggantikan jagung kuning dan secara signifikan meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Pemberian kayambang sebesar 40% ditambah rumput kering lapang ditambah 1% konsentrat pada pakan sapi PO menunjukkan peningkatan pertambahan bobot badan mingguan sebesar 3,28 kg/minggu.
(Sumber : Poultry Indonesia)

Kami sudah lama menggunakan campuran kayambang dan dedak untuk pakan itik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar