Manhaj Salaf
Definisi
Manhaj
Manhaj menurut bahasa artinya
jalan yang jelas dan terang. Allah Ta'ala berfirman:
لِكُلٍّ
جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
"Untuk
tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang."
(Al-Maa-idah, QS 5: 48)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma berkata, "Maksudnya, jalan dan syari'at."
Sedang menurut istilah, manhaj
ialah kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap
pembelajaran ilmiyyah, seperti kaidah-kaidah bahasa Arab, ushul 'aqidah, ushul
fiqih, dan ushul tafsir dimana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam Islam
beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar.
Manhaj artinya jalan atau metode. Dan manhaj yang
benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman
para Shahabat. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan hafizhahullah menjelaskan perbedaan
antara 'aqidah dan manhaj, beliau berkata, "Manhaj lebih umum daripada
'aqidah. Manhaj diterapkan dalam 'aqidah, suluk, akhlak, muamalah, dan dalam
semua kehidupan seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim
dikatakan manhaj. Adapun yang dimaksud dengan 'aqidah adalah pokok iman, makna
dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya. Inilah 'aqidah.
Definisi
Salaf
Salaf (bahasa Arab: السلف الصلح Salaf aṣ-Ṣāliḥ) adalah tiga generasi Muslim awal yaitu para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Yang kemudian dijadikan sebagai salah satu aliran dalam agama Islam yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, yaitu Salafiyah. Seseorang yang
mengikutinya disebut Salafy (as-Salafy), jamaknya adalah Salafiyyun (as-Salafiyyun).
Arti Salaf menurut bahasa
Salafa Yaslufu Salfan artinya madla (telah berlalu). Dari arti tersebut kita dapati kalimat Al Qoum As Sallaaf yaitu orang – orang yang terdahulu. As salaf juga, yang mendahuluimu dari kalangan
bapak moyangmu serta kerabatmu yang usia dan kedudukannya di atas kamu.
Firman allah Ta’ala:
“
|
...dan
kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang
kemudian. (Az Zukhruf :56)
|
”
|
Artinya, kami jadikan mereka sebagai orang–orang yang
terdahulu agar orang–orang yang datang belakangan mengambil pelajaran dengan
(keadaan) mereka. Sedangkan arti Ummamus Saalifah adalah ummat yang telah berlalu. Berdasarkan hal ini, maka kata salaf menunjukan
kepada sesuatu yang mendahului kamu, sedangkan kamu juga berada di atas jalan
yang di dahuluinya dalam keadaan jejaknya.
Ibnu Manzhur rahimahullah mengatakan:
"Salaf juga berarti orang yang
mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat) yang
lebih tua umurnya dan lebih utama. Karena generasi pertama dari umat ini dari
kalangan para Tabi'in disebut sebagai as-Salafush Shalih."
Pengertian secara bahasa, yaitu sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada anaknya, Fathimah az-Zahra
radhiyallahu 'anha:
فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
"Sesungguhnya
sebaik-baik Salaf (pendahulu) bagimu adalah aku." [HR. Muslim no. 2450
(98)]
Arti Salaf menurut istilah
Adapun menurut
istilah, Salaf adalah sifat yang khusus dimutlakkan kepada para Shahabat.
Ketika disebutkan Salaf, maka yang dimaksud pertama kali adalah para Shahabat.
Adapun selain mereka, ikut serta dalam makna Salaf ini, yaitu orang-orang yang
mengikuti mereka. Artinya, bila mereka mengikuti para Shahabat maka disebut
Salafiyyin, yaitu orang-orang yang mengikuti Salafush Shalih.
Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ
الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
"Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah, QS 9:
100)
Dalam ayat ini Allah Ta'ala menyebutkan
generasi pertama umat ini adalah para Shahabat ridhwanullaahi 'alaihim ajma'iin
dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah orang-orang yang diridhai
Allah, dan mereka dijamin masuk Surga.
Dan orang-orang setelah mereka, yang mengikuti mereka dengan baik
dalam 'aqidah, manhaj, dan lainnya, maka mereka pun akan mendapatkan ridha
Allah dan akan masuk Surga.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ
اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka."
(Al-Fath, QS 48: 29)
Dan yang dimaksud "orang-orang yang
bersama dia", adalah para Shahabat.
Para ulama lain dari berbagai firqah pun
mengatakan dan mengakui bahwa yang dimaksud dengan Salaf adalah para Shahabat.
Imam Ghazali rahimahullah berkata ketika
mendefinisikan kata Salaf:
"Yang saya maksud adalah mazhab
Shahabat dan Tabi'in."
Al-Baijuri rahimahullah berkata:
"Maksud dari orang-orang terdahulu
(Salaf) adalah orang-orang terdahulu dari kalangan
para Nabi, para Shahabat, Tabi'in, dan pengikutnya."
Yang dimaksud dengan Salaf pertama kali
adalah Shahabat karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutkan:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
"Sebaik-baik manusia adalah pada masaku
ini (yaitu masa para
Shahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi'in), kemudian
yang sesudahnya (masa Tabi'ut Tabi'in." [HR. Bukhari no. 2652, Muslim no.
2533 (212), dari Shahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu].
Imam al-Bukhari rahimahullah dalam kitab
Shahihnya menyebutkan perkataan Rasyid bin Sa'ad rahimahullah:
"Salaf itu suka kepada kuda jantan karena
lebih cepat dan lebih berani."
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani
rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata menjelaskan kata Salaf dari perkataan Rasyid bin Sa'ad
di atas:
"Maksudnya, dari kalangan para Shahabat
dan orang-orang setelah mereka." (Fathul Baari, VI/66).
Yang dimaksud adalah para Shahabat, karena
Rasyid bin Sa'ad adalah seorang Tabi'in. Maka Salaf menurutnya adalah para
Shahabat tanpa diragukan lagi.
Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah (wafat
th. 181 H) berkata di hadapan para Tabi'in:
"Tinggalkan hadits 'Amr bin Tsabit,
karena dia mencaci-maki Salaf." (Diriwayatkan oleh Muslim dalam
Muqaddimahnya, hal. 16).
Salaf yang dimaksud adalah para Shahabat
karena Ibnul Mubarak adalah seorang Tabi'in.
Imam al-Auza'i rahimahullah (wafat th. 157 H)
seorang Imam Ahlus Sunnah dari Syam berkata:
"Bersabarlah dirimu di atas Sunnah,
tetaplah tegak sebagaimana para Shahabat tegak di atasnya. Katakanlah
sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka
menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena akan
mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka."(Syarah Ushuul
I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama'ah, I/174 no. 315).
Berdasarkan keterangan di atas menjadi
jelaslah bahwa kata Salaf mutlak ditujukan untuk para Shahabat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, semoga
Allah Ta'ala meridhaimereka semua. Maka barang siapa mengikuti mereka dalam
agama yang haq ini, maka ia adalah generasi penerus dari sebaik-baik pendahulu
yang mulia. (Lihat Usus Manhaj Salaf fii Da'wati ilallaah, hal. 24)
Definisi Salaf Menurut Zaman
Adapun dari sisi zaman, kata
Salaf digunakan untuk menunjukkan kepada sebaik-baik kurun, dan yang lebih
patut dicontoh dan diikuti yaitu tiga kurun yang pertama (dalam Islam) yang
diutamakan, yang disaksikan dan disifati dengan kebaikan melalui lisan
sebaik-baik manusia yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Akan tetapi pembatasan secara
waktu tidaklah mutlak tepat karena kita mengetahui bahwa beberapa sekte bid'ah
dan sesat telah muncul pada masa-masa tersebut. Karena itulah, keberadaan
seseorang pada masa itu (tiga kurun yang dimuliakan) tidaklah cukup untuk
menghukumi bahwa dirinya berada di atas manhaj Salaf, selama dia tidak
mengikuti Shahabat radhiyallahu 'anhum dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Karena itulah, para ulama memberikan batasan istilah as-Salaf ash-Shalih
(pendahulu yang shalih).
Dengan demikian, ketika Salaf
disebutkan maka hal itu tidak digunakan untuk menunjukkan kurun waktu yang
terdahulu saja, tetapi digunakan untuk menunjukkan kepada para Shahabat dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Kesimpulannya, istilah Salaf
adalah istilah yang sah. Yaitu istilah yang dipakai untuk orang-orang yang
menjaga keselamatan 'aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya sebelum terjadi perselisihan
dan perpecahan. (Bashaa-iru Dzawis Syaraf, hal. 21)
Tiga generasi utama
Berdasarkan hadits dari nabi, bahwa generasi terbaik
dari umat Islam adalah para sahabat, tabi’in dan tabiu’t tabi’in.
Generasi awal
Generasi kedua (Tabi'in)
Generasi ketiga (Tabi'ut Tabi'in)
Makna Salafiyyah
Adapun Salafiyyah, maka itu
adalah nisbat kepada manhaj Salaf, dan ini adalah penisbatan yang baik kepada
manhaj yang benar, dan bukan suatu bid'ah dari madzhab yang baru.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah (wafat th. 728 H) mengatakan:
"Bukanlah merupakan aib
bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf dan menisbatkan dirinya kepadanya,
bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para
ulama) karena madzhab Salaf tidak lain kecuali kebenaran." (Majmuu'
Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/149)
Beliau rahimahullah juga
mengatakan:
"Telah diketahui bahwa karakter
ahlul ahwa' (pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti
generasi Salaf." (Majmuu' Fataawa Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, IV/155)
Istilah Salaf bukanlah istilah
baru.Istilah tersebut sudah digunakan sejak zaman Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Salaf tidaklah menunjuk kepada satu golongan tetapi menunjuk
kepada orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut
pemahaman yang benar. Karena umat ini sudah berpecah belah dan yang selamat
pemahamannya hanya SATU.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya
orang-orang sebelum kalian dari kalangan Ahlul Kitab telah berpecah belah
menjadi 72 golongan. Sesungguhnya umat Islam akan berpecah belah menjadi 73
golongan, 72 golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di
dalam Surga, yaitu al-Jama'ah."
[Shahih.
HR. Abu Dawud (no.4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi (II/241),
al-Aajurri dalam as-Asyari'ah, al-Lalikai dalam Syarah Ushuul I'tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama'ah (I/113 no. 150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati
oleh adz-Dzahabi dari Mu'awiyah bin Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan bahwa hadits ini shahih masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.
Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-204)]
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Semua golongan tersebut
tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para Shahabatku berjalan
di atasnya."
[Hasan. HR. At-Tirmidzi (no. 2641)
dan al-Hakim (I/129) dari Shahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, dan
dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahii al-Jaami'ish Shaghiir (no. 5343).
Lihat Dar-ul Irtiyaab 'an Hadiits maa Ana 'alaihi wa Ash-haabi oleh Syaikh
Salim bin 'Ied al-Hilali, cet. Darur Rayah, th. 1410 H]
Sebagian orang menyangka, dari
apa yang mereka ketahui dan mereka menyelewengkan arti ketika disebutkan
istilah Salafiyyah, bahwa Salafiyyah adalah label (istilah) baru dan madzhab
baru bagi kelompok Islam yang baru melepaskan diri dari lingkaran Jama'ah
Islamiyah yang utuh.
Sangkaan ini sama sekali tidak
benar karena Salafiyyah maksudnya adalah Islam yang dibersihkan (disaring) dari
kegagalan-kegagalan budaya klasik, dan warisan-warisan dari banyak kelompok dan
sekte, dengan kesempurnaan dan keumumannya, baik dalam Al-Qur'an maupun
as-Sunnah berdasarkan pemahaman Salaf yang terpuji.
Sangkaan ini sesungguhnya
hanyalah muncul dari angan-angan kaum yang ingin menghindari kalimat yang baik
dan berkah, yang akarnya menancap kuat dalam sejarah umat ini hingga sampai ke
generasi pertama (Shahabat). Sampai-sampai mereka mengira bahwa kata Salafiyyah
adalah hasil dari gerakan pembaharuan yang dibawa oleh Jamaluddin al-Afghani
al-Irani (lahir th. 1254 H/1838 M, wafat th. 1314 H/1897 M) dan Muhammad 'Abduh
(lahir pada akhir th. 1265 H dan wafat th. 1323 H) pada masa penjajahan Inggris
di Mesir??! [8]
Dan orang yang mengucapkan hal
ini atau yang menyebarkannya adalah orang yang tidak mengetahui sejarah dari
kata (istilah) Salaf yang sanadnya bersambung kepada generasi Salafush Shalih,
baik dari sisi makna, akar kata, maupun waktu. Padahal ulama-ulama terdahulu
mensifati setiap orang yang mengikuti pemahamannya Shahabat radhiyallahu 'anhum
dalam masalah 'aqidah dan manhaj dengan istilah Salafi. (Lihat Bashaa-ir Dzawi
Syarf, hal. 22-23)
Dari penjabaran makna
Salafiyyah, baik dari sisi pengertian maupun penisbatan kepadanya, nampak
jelaslah kesalahan para penulis dan pemikir yang menganggap penisbatan diri kepada
Salafush Shalih, da'i-da'i yang menyeru kepadanya, bermanhaj dengan manhajnya,
dan memperingatkan orang-orang yang menyelisihinya sebagai bagian dari firqah
(kelompok) yang banyak meracuni umat Islam. Bahkan mereka menganggap bahwa
mengingatkan umat dari manhaj yang menyimpang adalah penyebab perpecahan.
(Lihat Usus Manhaj Salaf fii Da'wati ilallaah, hal. 29)
Siapakah Salafi Itu?
Salafi ialah setiap orang yang berada di atas
manhaj Salaf dalam aqidah, akhlak, dan dakwah.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkali-kali menggunakan
istilah Salafi dalam kitabnya, Siyar A'laamin Nubalaa'. Di antaranya beliau
menyebutkan bahwa Imam ad-Daruquthni rahimahullah (wafat th. 385 H) adalah
seorang Imam Ahlul Hadits yang ahli tentang 'illat (penyakit-penyakit) dalam
hadits, dan orang yang sangat benci kepada ilmu kalam. Beliau belum pernah
mendalami ilmu kalam, juga tidak mendalami tentang debat bahkan dia seorang Salafi. ( Lihat Siyar
A'laamin Nubalaa', XVI/457)
Demikian juga Imam Abu 'Utsman ash-Shabuni
rahimahullah (wafat th. 449 H) menggunakan istilah Salaf dalam kitabnya,
'Aqiidatus Salaf Ashabul Hadiits.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
rahimahullah mengatakan, "Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah para Salaf
sampai generasi akhir. Barang
siapa yang berada di atas jalannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
Shahabatnya maka dia adalah Salafi." (Syarah al-'Aqidah
al-Waasithiyyah, I/54)
Al-Lajnah ad-Da-imah yang diketuai oleh Syaikh
Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah (wafat th. 1420 H) pernah ditanya: Apakah yang
dimaksud dengan Salafiyyah dan bagaimana pendapat antum sekalian tentangnya?
Maka Lajnah menjawab: As-Salafiyyah adalah
penisbatan kepada Salaf, sedangkan Salaf adalah para Shahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para imam pembawa petunjuk pada masa tiga
kurun pertama -semoga Allah meridhai mereka- yang disaksikan dengan kebaikan
oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melalui sabda beliau:
"Sebaik-baik manusia adalah pada masaku
ini (yaitu masa para Shahabat), kemudian yang sesudahnya, kemudian yang
sesudahnya. Setelah itu akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang
dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya."
[HR. Bukhari (no. 2652, 3651, 6429, 6658) dan Muslim no. 2533 (212)]
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya,
al-Bukhari dan Muslim.
Sedangkan Salafiyyun adalah bentuk jamak dari
Salafi, sebuah nisbat kepada Salaf, dan maknanya telah dijelaskan.
Mereka adalah orang-orang yang berjalan di
atas manhaj Salaf dalam mengikuti Al-Kitab (Al-Qur'an) dan As-Sunnah,
mendakwahkan keduanya, dan mengamalkan keduanya. Maka dengan hal itu mereka adalah Ahlus Sunnah
wal Jama'ah. Wabillaahit taufiq. [Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts
al-'Ilmiyyah wal Iftaa' (II/242-243, fatwa no. 1361)]
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan
hafizhahullah berkata, "Salafiyyah
artinya berjalan di atas manhaj Salaf, yaitu para Shahabat, Tabi'in, dan
generasi-generasi yang diutamakan, dalam aqidah, pemahaman maupun tingkah laku,
dan seorang Muslim wajib menempuh manhaj ini. Allah Ta'ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ
الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
"Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At Taubah: 100)
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ
آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"." (Al Hasyr: 10)
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Maka wajib atas kalian berpegang teguh
kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Pegang
erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian
perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang
diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu adalah sesat."
[Shahih. HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607), dan at-Tirmidzi (no.
2676). ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205), dan al-Hakim
(I/95-96)]
Antara Salafiyah dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari
hafizhahullah berkata, "Di sini juga perlu dijelaskan kaitan antara
istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan Salafiyyah. Suatu hal yang perlu
dicermati adalah perilaku sebagian da'i yang enggan menyebut dakwah mereka
dengan dakwah Salafiyah, walaupun secara tegas mereka menyatakan bahwa aqidah
mereka adalah aqidah Salafiyyah. Mereka hanya mempopulerkan dakwah mereka dengan
sebutan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka sebut nama itu berulang-ulang dalam
ceramah-ceramah maupun tulisan-tulisan mereka. Padahal sebutan Salafiyyah
termasuk ketetapan Allah yang agung agar dakwah yang haq dapat dibedakan dengan
dakwah-dakwah yang menyerupainya sehingga dakwah yang haq tidak tercampur
dengan segala sesuatu yang menyerupainya.
Penjelasannya sebagai berikut:
Bahwa istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
hanyalah muncul pada saat timbul bid'ah-bid'ah yang menyesatkan sebagian
manusia, sehingga perlu adanya pembedaan jama'ah kaum Muslimin yaitu dengan
berpegang teguh kepada Sunnah, maka mereka dikatakan Ahlus SUnnah sebagai lawan
dari ahlul bid'ah. Dan mereka dikatakan al-Jama'ah karena mereka adalah ashl
(sebagi pokok). Sedang orang-orang yang menyempal disebabkan hawa nafsu dan
bid'ah adalah orang-orang yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Adapun saat ini istilah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah menjadi rebutan berbagai pihak dan jama'ah-jama'ah (kelompok-kelompok)
yang sangat banyak. Sehingga kita dapat menyaksikan sendiri banyak dari
kalangan hizbiyyin mensifatkan jama'ah dan undang-undang mereka dengan istilah
ini, demikian pla sebagian tarekat-tarekat Shufiyah melakukan hal yang sama.
Bahkan al-Asy'ariyyah, al-Maturidiyyah, al-Barlawiyyah dan selain mereka
mengatakan, "Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah." !!??
Anehnya mereka semua menolak menamakan diri
mereka dengan Salafiyah! Dan mereka menjauhi untuk menisbatkan diri kepada
manhaj Saalf, terlebih lagi dalam kenyataan, keyakinan, dan pengamalan mereka.
Sudah tidak asing lagi di kalangan para da'i
yang menyeru kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah bahwa
syi'ar ahli bid'ah ialah: engganmenganut prinsip mengikuti Salaf. Kata ittiba'
maknanya tidak lain ialah mengikuti pemahaman Salaf, menjadi pemutus terhadap
perselisihan berbagai pemahaman di antara umat manusia masa kini. Dan prinsip
mengikuti Salaf menjadi sangat penting dan mendesak di saat sebagian orang
memutuskan hkum dengan akalnya, sebagian lain memutuskan hukum dengan
pengalamannya, sementara yang lain memutuskan hukum dengan amarahnya.
Pemahaman orang yang menyimpang itu sendiri
tidak mengindahkan jalannya kaum mukminin (yaitu jalannya para Shahabat) yang
wajib diikuti dan didakwahkan. Jalan orang-orang yang beriman pada hakikatnya
ilah manhaj Salaful Ummah, yang kepadanya kita menisbatkan diri dan kepada
cahayanya kita mencari petunjuk.
Karena itulah salah satu syi'ar Ahlus Sunnah wal Jama'ah ialah:
mengikuti Salafush Shalih dan meninggalkan segala perkara yang bid'ah dan
diada-adakan dalam agama. (Lihat al-Hujjah fii Bayaanil
Mahajjah, I/364, karya Imam Abul Qasim al-Ashbahani rahimahullah).
Maka barang siapa yang mengingkari penisbatan
diri kepada Salaf dan mencelanya, maka perkataannya itu harus dibantah dan
ditolak. Karena, "Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan
madzhab Salaf dan menisbatkan diri kepadanya, bahkan wajib menerima yang
demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para ulama) karena madzhab Salaf
tidak lain kecuali kebenaran." (Majmu' Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, IV/149)
Khususnya pada masa sekarang ini di mana
banyak orang yang mengaku berada di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yang
pada hakikat dan asalnya adalah salah satu sebutan dari Salafiyyah sehingga
harus ada pembedaan dari orang-orang yang sekedar mengaku-ngaku sebagai Ahlus
Sunnah wal Jama'ah. Pengakuan
yang ternyata dibarengi dengan prinsip yang bertentangan dengan ajaran sunnah,
baik dalam sisi aqidah maupun manhaj. Ditambah dengan sikap
enggan menisbatkan diri terhadap manhaj Salaf, bahkan menganggapnya sebagai
petaka untuk diakui secara terang-terangan, yang menisbatkan diri kepadanya
dianggap tidak terhormat. Kliam kelompok tersebut terakhir justru akan
mengadili mereka sendiri, apakah sesuai ataukah berseberangan dengan manhaj
Salaf dalam metodologi dakwah dan tujuan dakwah, baik sisi aqidah, fiqih,
persepsi tentang Islam, dan dalam berperilaku." (Ru'yah Waaqi'iyyah fil
Manaahiji ad-Da'awiyyah, hal. 21-24, karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin
Abdul Hamid al-Halabi hafizhahullah).
Syaikh Ali hafizhahullah melanjutkan,
"Hal ini semakin diperkuat bahwa Salafiyyah itu mencakup seluruh ajaran
Islam (Al-Kitab dan As-Sunnah). Salafiyyah bukanlah salah satu sekte khusus
yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, baik dengan menambah-nambah maupun
mengrangi. Hal yang perlu diperhatikan ialah seandainya umat ini telah kembali
berada di dalam bentuk Islam yang benar tanpa tercampur bid'ah dan hawa nafsu,
sebagaimana terjadi di awal Islam terutama di masa Salafush Shalih, niscaya
lenyaplah berbagai sebutan yang berfungsi untuk membedakan tersebut karena
tidak ada lawannya.
Dengan alasan itulah ikatan wala' dan bara',
sikap pembelaan dan permusuhan menurut orang-orang yang menisbatkan diri kepada
Salaf ialah di atas Islam itu sendiri, tidak kepada yang lainnya. Tidak kepada
sekte tertentu. Wala' dan bara' itu hanyalah berdasarkan Al-Qur'an dan
As-Sunnah.
Dari semua penjelasan tersebut, menjadi
jelaslah bahwa makna Salafiyyah dan hakikat penyandaran diri kepada Salaf
adalah sebuah nisbat kepada Salafush Shalih, yaitu seluruh Shahabat
radhiyallahu 'anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Mereka
bukanlah generasi setelah Shahabat yang diomabang-ambing hawa nafsu, yang
memisahkan diri dari Salafush Shalih dengan sebutan atau ciri tertentu. Dari
pengertian ini dengan sebab mereka menyalahi generasi Salaf berarti mereka
disebut Khalaf, sedang nisbatnya adalah Khalafi.
Adapun orang-orang yang tetap di atas manhaj
Nubuwah menisbatkan diri mereka kepada pendahulu mereka yang shalih, maka
dikatakan kepada metreka: Salaf
dan Salafiyyun dan orang yang menisbatkan diri kepada mereka
disebut Salafi.
Salafiyyah merupakan penisbatan yang tidak
memiliki ciri yang keluar dari tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah dan tidak
pernah terpisah dari metode generasi pertama seujung jari pun. Bahkan
Salafiyyah adalah bagian dari mereka dan merujuk kepada mereka.
Adapun orang yang menyelisihi Salafush Shalih
dengan sebutan dan ciri tertentu maka tidak dianggap sebagai golongan mereka,
meskipun mereka hidup di tengah-tengah Salafush Shalih dan di zaman mereka.
Oleh karena itu, para Shahabat berlepas diri dari Khawarij, Qadariyyah,
Murji'ah, dan selain mereka.
Jika demikian, maka dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengikuti Salafush Shalih harus nampak jelas dan kokoh.
Dengan begitu tidak akan membingungkan orang-orang yang ingin mengikuti mereka.
Harus ada pembeda antara Ahlus Sunnah dan para pengaku (orang yang
mengaku-ngaku) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dengan cara penyandaran syar'i yang
tidak disukai kelompok yang sekedar mengaku Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Penyandaran ini akan membongkar penyimpangan dan cacat mereka, bila ditelusuri
dan dibandingkan dengan jalan orang-orang yang beriman (yaitu Shahabat) dan manhaj
Salafush Shalih.
Pembeda itu adalah Salafiyyah, sebuah jalan
yang ditempuh Salafush Shalih, jalan yang jelas, meyakinkan, dan tidak perlu
diragukan lagi. Yakni jalan para Shahabat dan Tabi'in. Itulah jalan petunjuk
dan jalan untuk meraih petunjuk.
فَلا
يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى
"Maka
sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak
beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan
kamu jadi binasa." (Thaahaa: 16). (Ru'yah Waaqi'iyyah fil Manaahij
ad-Da'awiyyah, hal. 26-27)
Periode Pembukuan Madzhab Salaf
Fitnah perkataan bahwa Al-Qur’an adalah
makhluk yang diyakini oleh Mu’tazilah dan lainnya merupakan sebab bangkitnya
madzhab Salafi di hadapan berbagai madzhab yang sesat, khususnya Mu’tazilah
yang telah mencapai tingkatan yang amat besar dalam kekuatan dan kedudukannya.
Maka ulama Sunnah bangkit bguna membela kebenaran, meninggikan panjinya, serta
memperingatkan umat dari firqah-firqah yang sesat tersebut. Para ulama pun
bertambah giat sehingga panji-panji aqidah shahihah tinggi menjulang berkibar
di setiap tempat
dan tersingkirlah pemikiran i’tizaal
(Mu’tazilah). Dan umat Islam menjadi waspada terhadapnya, maka pemikiran itu
pun tetap terkekang di tempatnya dan tidak mampu bangkit setelah sebelumnya
berdiri tegak serta tidak ada benderanya yang dikibarkan lagi, kecuali sangat
sedikit sekali. Kemudian dimulailah periode yang baru dimana para ulama
mencurahkan perhatian yang besar di dalamnya dengan membukukan dan menulis guna
menjelaskan aqidah yang benar serta membantah siapa saja yang menyimpang
darinya.
Tulisan -tulisan ini terbagi menjadi dua
metode yang berbeda:
Pertama: Metode Bantahan
Maksudnya, memaparkan syubhat-syubhat musuh (lawan
debat) lalu menjelaskan yang benar dengan ditopang dalil-dalil yang dinukil
dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan perkataan para Shahabat dan Tabi’in. Hal ini
dijelaskan dalam berbagai tulisan, yang paling penting adalah:
1. Kitaabul Iimaan, karya Abu ‘Ubaid al-Qasim
bin Sallam rahimahullah (wafat th. 244 H).
2. Ar-Radd ‘alaa Jahmiyyah, karya ABdullah bin
Muhammad bin Hanbal rahimahullah (wafat th. 241 H)
3. Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, karya Imam Abu
Abdillah bin Muhammad bin Abdullah al-Ju’fi rahimahullah (wafat th. 229 H).
4. Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, karya Imam Abu
Abdillah bin Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah (wafat th. 256 H).
5. Al-Ikhtilaaf fil Lafzhi war Radd ‘alal
Jaqhmiyyah wal Musyabihah, karya Imam Abdullah bin Muslim bin Qutaibah rahimahullah
(wafat th. 276 H).
6. Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, karya Imam Utsman
bin Sa’id ad-Darimi rahimahullah (wafat th. 280 H).
7. Ar-Radd ‘alaa Bisyr al-Marisiy, karya Imam
Utsman bin Sa’id ad-Darimi rahimahullah (wafat th. 280 H).
Kedua: Metode Pemaparan
Maksudnya, memaparkan dan menjelaskan aqidah
yang benar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta perkataan para Shahabat dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Metode ini dijelaskan oleh
beberapa tulisan berikut ini:
1. As-Sunnah, karya Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah (wafat th. 241 H).
2. As-Sunnah, karya Imam Abu Bakar bin
al-Atsram rahimahullah (wafat th. 272 H).
3. As-Sunnah, karya Imam Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal rahimahullah (wafat th. 290 H).
4. As-Sunnah, karya Imam Muhammad bin Nashr al-Marwazi
rahimahullah (wafat th. 294 H).
5. As-Sunnah, karya Imam Ahmad bin Muhammad
bin Harun al-Khallal rahimahullah (wafat th. 311 H).
6. At-Tauhiid, karya Imam Ibnu Khuzaimah
rahimahullah (wafat th. 311 H0.
7. Asy-Syarii’ah, karya Imam Abu Bakar al-Aajurri
rahimahullah (wafat th. 360 H).
8. Al-Ibaanah, karya Imam Ubaidullah bin
Muhammad bin Baththah rahimahullah (wafat th. 387 H).
9. At-Tauhiid, karya Imam Muhammad bin Ishaq
bin Mandah rahimahullah (wafat th. 395 H).
10. Syarhus Sunnah, karya Imam Abu Abdillah
Muhammad bin Abdullah bin Abi Zamanain rahimahullah (wafat th. 399 H).
11. Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal
Jama’ah, karya Imam Abul Qasim Hibatullah bin al-Hasan al-Laalika-i
rahimahullah (wafat th. 418 H).
Kitab-kitab ini menetapkan satu permasalahan
yang penting, yaitu “Mengembalikan
umat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mengikuti Salafush Shalih dalam
memahami keduanya, dan menjauhi pendapat-pendapat baru yang diada-adakan serta
madzhab-madzhab yang munkar.” (Lihat
muqaddimah tahqiq Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 71-73,
karya Imam al-Lalika-i, tahqiq Dr. Ahmad Sa’ad Hamdan).
————————–—————
(Disalin dari kitab Mulia Dengan Manhaj Salaf,
Pustaka At-Taqwa cet. ke-2, karya Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah)
www.muslim.or.id
www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar