Ibnu Mas’ud berkata, “Jika kalian meninggalkan
ajaran Nabi kalian, maka kalian akan sesat.” Hal ini dikatakan oleh Ibnu
Mas’ud saat membicarakan shalat berjama’ah. Namun sebenarnya berlaku
pula untuk berbagai ajaran Islam lainnya. Jika ajaran tersebut
ditinggalkan, maka akan diperoleh kesesatan.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Barangsiapa bergembira bertemu dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat-shalat ini di saat ia dipanggil untuk melaksanakannya. Karena Allah memerintahkan untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam ajaran yang baik. Shalat jama’ah tersebut adalah bagian dari petunjuk yang baik.
Seandainya kalian tetap shalat di rumah-rumah kalian seperti shalat orang yang tertinggal ini di rumahnya, kalian berarti telah meninggalkan ajaran Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan ajaran Nabi kalian, kalian tentu akan sesat.
Aku telah melihat bahwa tidak ada yang tertinggal dari shalat berjama’ah melainkan seorang munafik yang jelas kemunafikannya. Sungguh adakalanya seseorang biasa dibawa di antara dua orang (dipapah) sampai ia diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim no. 654).
Dalam riwayat Muslim yang lain, Ibnu Mas’ud berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkan pada kami suatu petunjuk yang baik. Yang termasuk ajaran
yang baik tersebut adalah shalat di masjid yang dikumandangkan azan di
sana.” (HR. Muslim no. 654).
Hadits di atas memang menjelaskan keutamaan melaksanakan shalat jama’ah. Dikatakan bahwa shalat jama’ah adalah satu petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (sunanul huda). Shalat yang dimaksud dalam hadits adalah shalat berjama’ah di masjid. Dan ini diperintahkan bagi setiap pria.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Shalat jama’ah itu wajib dilaksanakan di masjid. Tidak boleh bagi seorang pria pun yang mampu menghadiri shalat jama’ah lantas ia meninggalkannya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 5: 75-76).
Hanya Allah yang memberi petunjuk.
—
Disusun di waktu Dhuha di Pesantren Darush Sholihin, Gunungkidul, 15 Rajab 1435 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
diposkan kembali oleh buya nirbuano
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى
هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ
لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ
سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا
يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ
نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا
مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى
مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ
خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ
عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا
إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى
بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ
“Barangsiapa bergembira bertemu dengan Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah shalat-shalat ini di saat ia dipanggil untuk melaksanakannya. Karena Allah memerintahkan untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam ajaran yang baik. Shalat jama’ah tersebut adalah bagian dari petunjuk yang baik.
Seandainya kalian tetap shalat di rumah-rumah kalian seperti shalat orang yang tertinggal ini di rumahnya, kalian berarti telah meninggalkan ajaran Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan ajaran Nabi kalian, kalian tentu akan sesat.
Aku telah melihat bahwa tidak ada yang tertinggal dari shalat berjama’ah melainkan seorang munafik yang jelas kemunafikannya. Sungguh adakalanya seseorang biasa dibawa di antara dua orang (dipapah) sampai ia diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim no. 654).
Dalam riwayat Muslim yang lain, Ibnu Mas’ud berkata,
إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ
مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلاَةَ فِى الْمَسْجِدِ الَّذِى يُؤَذَّنُ فِيهِ
Hadits di atas memang menjelaskan keutamaan melaksanakan shalat jama’ah. Dikatakan bahwa shalat jama’ah adalah satu petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (sunanul huda). Shalat yang dimaksud dalam hadits adalah shalat berjama’ah di masjid. Dan ini diperintahkan bagi setiap pria.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Shalat jama’ah itu wajib dilaksanakan di masjid. Tidak boleh bagi seorang pria pun yang mampu menghadiri shalat jama’ah lantas ia meninggalkannya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 5: 75-76).
Pelajaran penting lainnya yang bisa ditarik adalah tentang berpegang teguh dengan sunnah Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (ajaran Islam). Siapa saja yang berpegang teguh dengan ajaran Rasul, maka ia akan selamat. Siapa yang meninggalkannya, maka ia akan sesat. Itulah maksud hadits secara umum, bukan hanya berlaku pada shalat jama’ah saja. Oleh karenanya hati-hatilah dalam menjelekkan satu ajaran Islam semisal jenggot, cadar, anti isbal dan hukum Islam lainnya. Siapa saja yang mencelanya, maka bisa tersesat.Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menerangkan pula, “Setiap ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah petunjuk, cahaya dan syari’at dari Allah. Dan yang dimaksud dalam hadits adalah shalat yang lima waktu. Shalat tersebut adalah bagian dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Benarlah apa yang dituturkan oleh Ibnu Mas’ud. Bahkan shalat lima waktu adalah petunjuk terbesar setelah dua kalimat syahadat dalam rukun Islam.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 5: 76).
Hanya Allah yang memberi petunjuk.
—
Disusun di waktu Dhuha di Pesantren Darush Sholihin, Gunungkidul, 15 Rajab 1435 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
diposkan kembali oleh buya nirbuano
Tidak ada komentar:
Posting Komentar