Minggu, 18 Mei 2014

Najis, Bagaimanakah Cara Membersihkan Najis


Cara Membersihkan Najis

Segala puji bagi Allah , shalwat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga harin Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang najis dan cara menyucikannya, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas  karena-Nya dan bermanfaat, allahumma amin.

Ta’rif  (defisini) najis

Najis adalah kotoran yang wajib di jauhi oleh seorang muslim dan wajib dicuci bagian yang terkena olehnya. Hukum asal sesuatu adalah suci dan mubah, tidak di benarkan mengatakan sesuatu itu najis tanpa dalil.

Macam-macam Najis
  •      Bangkai

Bangkai adalah binatang yang mati tanpa melalui proses penyembelihan. Dalil tentang najisnya bangkai adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اِذَا دُبِغَ الاِْهَابُ فَقَدْ طَهُرَ

“Apabila kulit (bangkai)di masak, maka ia menjadi suci.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

Termasuk ke dalam bangkai adalah anggota badan binatang hidup yang di potong sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain. Namun tidak termasuk ke dalam najis apa yang disebutkan di bawah ini:

-          Bangkai ikan dan belalang, keduanyaadalah suci. Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dihalalkan untuk kita dua bangakai dan dua darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad dan Baihaqi, Shahihul Jami’210)

-          Bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya, seperti lalat, semut dan lebah. Oleh karena itu, jika binatang-binatang ini jatuh ke dalam sesuatu yang mati di sana, maka tidaklah membuatnya najis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kamu maka tenggelamkanlah, kemudian tariklah karena kepada salah satu sayapnya ada penyakit, sedangkan pada sayap yang lain ada obatnya.” (HR. Bukhari)

-          Tulang bangkai, tanduknya, kukunya, rambutnya, giginya, mulutnya, dsb.
            Hal itu, karena hukum asalnya adalah suci.

  • Darah haidh
Dalil tentang najisnya darah haidh adalah hadits Asma’ binti Abi Bakar radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Ada seorang wanita yang dating kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata. “Pakaian salah seorang di antara kami terkena darah haidh, apa yang harus dilakukannya?” Beliau menjawab:
تَحُتُّهُ شُمَّ تَقْرِصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّيْ فِيْهِ
“Ia mengeriknya lalu menggosoknya dengan air, kemudian menyiramnya dan (boleh) mengenakan shalat dengannya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz muslim)

  • Daging babi

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,

“Katakanlah, “Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang di wahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor.” (Terj. QS. Al An’aam:145)

  • Kencing dan kotoran manusia

Najisnya kencing dan kotoran manusia adalah perkara yang sudah maklum. Hanya saja diberikan keringanan pada kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan. Oleh karena itu, cara membersihkannya cukup dengan dipercikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَوْلُ الْغَلاَمِ يُنْضَحُ عَلَيْهِ , وَبَوْلُ الْجَارِيَةِ يُغْسَلُ
“Kencing bayi laki-laki dipercikan, sedangkan kencing bayi perempuan dicuci.”
Qatadah berkata, “Hal ini jika keduanya masih belum memakan makanan. Jika sudah, maka kencing keduanya harus dicuci.” (HR. Ahmad –ini adalah lafaznya-, juga diriwatkan oleh pemilik kitab Sunan selain Nasa’I, Al Hafizh dalam Al Fat-h berkata;”Isnadnya shahih.”)

  • Madzy dan Wady

Madzy adalah air yang keluar dari kemaluan berwarna putih dan lengket, biasanya keluar ketika syahwat tinggi, namun tidak disudahi dengan lemas setelah keluarnya, berbeda dengan mani. Sedangkan Wady adalah air yang keluar dari kemaluan berwarna putih dan tebal, biasanya keluar setelah kencing. Madzy dan wady adalah najis. Dalil tentang najisnya wadzy adalah hadits  Ali radhiyallahu ‘anha ia berkata. “Aku adalah seorang laki-laki yang banyak keluar madzy, aku malu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena puterinya, maka aku menyuruh Miqdad bin Aswad untuk bertanya kepada Beliau, sabdanya, “Hendaknya ia cuci kemaluannya dan berwudhu’.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim)
Jika madzi mengenai badan, maka wajib dicuci dan jika mengenai pakaian maka cukup dengan dipercikan (rasysy) dengan air. Dalil cukupnya memercikan pakaian yang terkena madzy  adala hadits Sahl bin Hunaif , ia berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika madzi mengenai kainku?” Beliau menjawab, cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, lalu kamu percikkan ke kainmu sampai kamu melihat air tersebut telah mengenainya.” (Hasan, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Sedangkan dalil tentang najisnya wady adalah kata-kata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tengtang wady dan madzy, “Basuhlah dzarkarmu atau kemaluanmu dan berwudhu’lah seperti wudhu’mu untuk shalat.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)

Tentang mani

Adapun mani, di antara ulama ada yang berpendapat bahwa ia adalah najis, namun yang rajah bahwa mani itu suci, akan tetapi dianjurkan mencucinya jika basah dan mengeriknya jika kering. Aisyah radhiyallahu “anha berkata, “Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sudah kering dan mencucinya jika masih basah.” (HR. Daruquthni, Abu ‘Uwanah, dan Al Bazar)

  •   Kencing dan kotoran binatang yang tidak dimakan dagingnya

Dalil tentang najis adalah hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dating ke tempat buang hajat, lalu menyuruhku untuk membawa tiga buah batu. Aku mendapat dua buah batu dan mencari yang ketiganya, namun tidak menemukan, aku pun mengambil kotoran hewan dan membawanya, maka Beliau mengambil dua batu itu dan membuang kotoran hewan, Beliau bersabda, “Ini adalah najis.” (HR. Bukhari, dalam sebuah riwyat disebutkan: “Ia adalah najis, ia adalah kotoran keledai.”)

Namun dimaafkan jika hanya sedikit karena agak sulit menghindarkan diri darinya. Al Walid bin Muslim berkata, aku bertanya kepada Al Auza’iy, “Lalu bagaimana dengan kencing binatang yang tidak di makan dagingnya seperti bighal, keledai dan kuda?” Ia menjawab, “Dahulu orang-orang terkena hal itu dalam perang mereka, namun mereka tidak mencuci badan atau pakaian mereka.” Adapun kencing dan kotoran binatang yang di makan dagingnya, maka menurut Imam Malik, Ahmad dan jama’ah para ulama madzhab Syafi’I bahwa hal itu adalah suci. Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada salah seorang sahabat yang mengatakan najisnya.”

  • Binatang Jallaalah (pemakan kotoran)

Telah ada larangan menunggani binatanag jallaalah, memakan dagingnya dan meminum susunya. Ini semua menunjukan najisnya.”

  • Anjing

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَهُورَ أَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْغَ مَرَّاتٍ , أُولاَهُنَّ بِا لتُّرَابِ

“Sucinya bejana (wadah) salah seorang di antara kamu apabila dijilati anjing adalah dengan dibasuh dengan tujuh kali, basuhan yang pertama (dicampur) dengan tanah.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)

Kalau anjing menjilat suatu wadah yang di dalamnya terdapat makanan yang beku (jamid), maka di buang bagian yang dikenainya serta bagian sekitarnya, selebihnya bisa dimanfaatkan karena masih suci. Adapun jika di dalam wadah tersebut berisi air, maka air tersebut dibuang.

Diqiaskan dengan mulutnya adalah seluruh badannya (seluruh badannya juga najis), pendapat yang mengatakan najis ‘ain (badan) anjing adalah pendapat jumhur ulama.

Menyucikan badan dan pakaian

Pakaian dan badan jika terkena najis wajib dicuci dengan air samapai hilang najisnya. Hal ini jika najis tersebut dapat dilihat seperti dari haidh, namun jika masih tetap ada bekasnya dan sulit dihilangkan setelah dicuci, maka bekasnya itu dimaafkan. Dan jika najisnya tidak terlihat seperti air kencing, maka cukup dicuci meskipun hanya sekali. Jika najis menimpa bagian bawah paikan wanita, maka bisa disucikan oleh tanah.

Menyucikan tanah

Tanah bisa menjadi suci jika terkena najis dengan tuangkan air ke atasnya, bisa juga dengan membiarkannya hingga kering. Aisyah pernah mengatakan, “Sucinya tanah adalah dengan keringnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah).

Hal ini apabila najisnya cair, adapun jika najisnya bukan cair (benda padat) maka tidak bisa disucikan kecuali dengan menghilangkan ‘ainnya (benda padat tersebut) atau dengan memindahkannya.

Menyucikan samin dan semisalnya (seperti mentega,dsb.)

Dari Ibnu Abbas dari Maimunah: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tengtang tikus yang jatuh ke dalam samin, Beliau bersabda, “Buanglah tikus tersebut, dan buanglah bagian sekitarnya, kemudian makanlah samin kalian (sisanya).” (HR. Bukhari)

Al Hafizh berkata, “Ibnu ‘Abdil Bar menukilkan tentang sepakatnya ulama, bahwa barang yang beku apabila kejatuhan bangkai, maka dibuang bangkainya dan bagian sekitarnya, jika memang bagian bangkai tidak mengenai lebih dari itu. Adapun jika benda cair, maka para ulama berselisih, jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa benda cair tersebut menjadi najis semuanya karena terkena najis, namun Az Zuhriy dan Al Auzaa’iy menyelishinya.”

Menyucikan cermin dan sebagainya

Menyucikan cermin, pisau, pedang, kuku, tulang, kaca, bejana dan semua benda berkilap yang tidak berlubang cukup dengan diusap dengan usapan yang menghilangkan bekas najis.

Menyucikan sandal

Menyucikan sandal atau khuff (sepatu yang menutupi dua kaki) yang terkena najis cukup dengan digosok-gosok ke tanah hingga hilang bekas najisnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila sandal salah seorang di antara kamu menginjak kotoran, maka tanah adalah pensucinya.” (shahih lighairih, diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Wallahu a’lam.

Miraji’: Fiqhus Sunnah (S. Sabiq), Al Wajid (Abdul Azhim Badawi), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al jazari), dll.

Dinukil dari Buletin Al Islah.
Diposkan ulang oleh Buya Nirbuano

Tidak ada komentar:

Posting Komentar