Cara Membersihkan Najis
Segala puji bagi Allah , shalwat dan salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, kepada para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga harin Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang najis dan cara
menyucikannya, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, allahumma amin.
Ta’rif (defisini) najis
Najis adalah kotoran
yang wajib di jauhi oleh seorang muslim dan wajib dicuci bagian yang terkena
olehnya. Hukum asal sesuatu adalah suci dan mubah, tidak di benarkan mengatakan
sesuatu itu najis tanpa dalil.
Macam-macam Najis
- Bangkai
Bangkai adalah binatang yang mati
tanpa melalui proses penyembelihan. Dalil tentang najisnya bangkai adalah sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اِذَا
دُبِغَ الاِْهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila kulit
(bangkai)di masak, maka ia menjadi suci.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Termasuk ke dalam bangkai adalah
anggota badan binatang hidup yang di potong sebagaimana disebutkan dalam hadits
yang lain. Namun tidak termasuk ke dalam najis apa yang disebutkan di bawah
ini:
-
Bangkai ikan dan
belalang, keduanyaadalah suci. Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dihalalkan untuk kita dua bangakai dan dua darah. Adapun dua bangkai
tersebut adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa.”
(HR. Ahmad dan Baihaqi, Shahihul Jami’210)
-
Bangkai binatang
yang tidak mengalir darahnya, seperti lalat, semut dan lebah. Oleh karena itu,
jika binatang-binatang ini jatuh ke dalam sesuatu yang mati di sana, maka
tidaklah membuatnya najis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kamu maka tenggelamkanlah,
kemudian tariklah karena kepada salah satu sayapnya ada penyakit, sedangkan
pada sayap yang lain ada obatnya.” (HR. Bukhari)
-
Tulang bangkai,
tanduknya, kukunya, rambutnya, giginya, mulutnya, dsb.
Hal
itu, karena hukum asalnya adalah suci.
- Darah haidh
Dalil tentang najisnya
darah haidh adalah hadits Asma’ binti Abi Bakar radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Ada seorang wanita yang dating kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata. “Pakaian salah seorang di antara kami terkena darah haidh, apa yang
harus dilakukannya?” Beliau menjawab:
تَحُتُّهُ
شُمَّ تَقْرِصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّيْ فِيْهِ
“Ia mengeriknya lalu menggosoknya dengan air, kemudian
menyiramnya dan (boleh) mengenakan shalat dengannya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz
ini adalah lafaz muslim)
- Daging babi
Allah Subhaanahu wa Ta’aala
berfirman,
“Katakanlah, “Tidaklah
aku peroleh dalam wahyu yang di wahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor.” (Terj.
QS. Al An’aam:145)
- Kencing dan kotoran manusia
Najisnya kencing dan
kotoran manusia adalah perkara yang sudah maklum. Hanya saja diberikan
keringanan pada kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan. Oleh karena
itu, cara membersihkannya cukup dengan dipercikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
بَوْلُ
الْغَلاَمِ يُنْضَحُ عَلَيْهِ , وَبَوْلُ الْجَارِيَةِ يُغْسَلُ
“Kencing bayi laki-laki dipercikan, sedangkan kencing bayi
perempuan dicuci.”
Qatadah berkata, “Hal
ini jika keduanya masih belum memakan makanan. Jika sudah, maka kencing keduanya
harus dicuci.” (HR. Ahmad –ini adalah lafaznya-, juga diriwatkan oleh pemilik
kitab Sunan selain Nasa’I, Al Hafizh dalam Al Fat-h berkata;”Isnadnya shahih.”)
- Madzy dan Wady
Madzy adalah
air yang keluar dari kemaluan berwarna putih dan lengket, biasanya keluar
ketika syahwat tinggi, namun tidak disudahi dengan lemas setelah keluarnya,
berbeda dengan mani. Sedangkan Wady adalah air yang keluar dari kemaluan
berwarna putih dan tebal, biasanya keluar setelah kencing. Madzy dan wady
adalah najis. Dalil tentang najisnya wadzy adalah hadits Ali radhiyallahu ‘anha ia berkata. “Aku
adalah seorang laki-laki yang banyak keluar madzy, aku malu bertanya kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena puterinya, maka aku menyuruh Miqdad
bin Aswad untuk bertanya kepada Beliau, sabdanya, “Hendaknya ia cuci
kemaluannya dan berwudhu’.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim)
Jika madzi mengenai
badan, maka wajib dicuci dan jika mengenai pakaian maka cukup dengan dipercikan
(rasysy) dengan air. Dalil cukupnya memercikan pakaian yang terkena madzy adala hadits Sahl bin Hunaif , ia berkata:
“Wahai Rasulullah, bagaimana jika madzi mengenai kainku?” Beliau menjawab,
cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, lalu kamu percikkan ke kainmu sampai
kamu melihat air tersebut telah mengenainya.” (Hasan, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah
dan Tirmidzi)
Sedangkan
dalil tentang najisnya wady adalah kata-kata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
tengtang wady dan madzy, “Basuhlah dzarkarmu atau kemaluanmu dan berwudhu’lah
seperti wudhu’mu untuk shalat.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
Tentang
mani
Adapun
mani, di antara ulama ada yang berpendapat bahwa ia adalah najis, namun yang rajah
bahwa mani itu suci, akan tetapi dianjurkan mencucinya jika basah dan
mengeriknya jika kering. Aisyah radhiyallahu “anha berkata, “Aku mengerik mani
dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sudah kering dan
mencucinya jika masih basah.” (HR. Daruquthni, Abu ‘Uwanah, dan Al Bazar)
- Kencing dan kotoran binatang yang tidak dimakan dagingnya
Dalil
tentang najis adalah hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dating ke tempat buang hajat, lalu
menyuruhku untuk membawa tiga buah batu. Aku mendapat dua buah batu dan mencari
yang ketiganya, namun tidak menemukan, aku pun mengambil kotoran hewan dan
membawanya, maka Beliau mengambil dua batu itu dan membuang kotoran hewan,
Beliau bersabda, “Ini adalah najis.” (HR. Bukhari, dalam sebuah riwyat
disebutkan: “Ia adalah najis, ia adalah kotoran keledai.”)
Namun
dimaafkan jika hanya sedikit karena agak sulit menghindarkan diri darinya. Al
Walid bin Muslim berkata, aku bertanya kepada Al Auza’iy, “Lalu bagaimana
dengan kencing binatang yang tidak di makan dagingnya seperti bighal, keledai
dan kuda?” Ia menjawab, “Dahulu orang-orang terkena hal itu dalam perang
mereka, namun mereka tidak mencuci badan atau pakaian mereka.” Adapun kencing
dan kotoran binatang yang di makan dagingnya, maka menurut Imam Malik, Ahmad
dan jama’ah para ulama madzhab Syafi’I bahwa hal itu adalah suci. Ibnu Taimiyah
berkata, “Tidak ada salah seorang sahabat yang mengatakan najisnya.”
- Binatang Jallaalah (pemakan kotoran)
Telah
ada larangan menunggani binatanag jallaalah, memakan dagingnya dan meminum
susunya. Ini semua menunjukan najisnya.”
- Anjing
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَهُورَ
أَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْغَ مَرَّاتٍ ,
أُولاَهُنَّ بِا لتُّرَابِ
“Sucinya
bejana (wadah) salah seorang di antara kamu apabila dijilati anjing adalah
dengan dibasuh dengan tujuh kali, basuhan yang pertama (dicampur) dengan tanah.”
(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
Kalau
anjing menjilat suatu wadah yang di dalamnya terdapat makanan yang beku (jamid),
maka di buang bagian yang dikenainya serta bagian sekitarnya, selebihnya bisa
dimanfaatkan karena masih suci. Adapun jika di dalam wadah tersebut berisi air,
maka air tersebut dibuang.
Diqiaskan
dengan mulutnya adalah seluruh badannya (seluruh badannya juga najis), pendapat
yang mengatakan najis ‘ain (badan) anjing adalah pendapat jumhur ulama.
Menyucikan
badan dan pakaian
Pakaian
dan badan jika terkena najis wajib dicuci dengan air samapai hilang najisnya.
Hal ini jika najis tersebut dapat dilihat seperti dari haidh, namun jika masih
tetap ada bekasnya dan sulit dihilangkan setelah dicuci, maka bekasnya itu
dimaafkan. Dan jika najisnya tidak terlihat seperti air kencing, maka cukup
dicuci meskipun hanya sekali. Jika najis menimpa bagian bawah paikan wanita,
maka bisa disucikan oleh tanah.
Menyucikan
tanah
Tanah
bisa menjadi suci jika terkena najis dengan tuangkan air ke atasnya, bisa juga
dengan membiarkannya hingga kering. Aisyah pernah mengatakan, “Sucinya tanah
adalah dengan keringnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah).
Hal
ini apabila najisnya cair, adapun jika najisnya bukan cair (benda padat) maka
tidak bisa disucikan kecuali dengan menghilangkan ‘ainnya (benda padat
tersebut) atau dengan memindahkannya.
Menyucikan
samin dan semisalnya (seperti mentega,dsb.)
Dari
Ibnu Abbas dari Maimunah: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditanya tengtang tikus yang jatuh ke dalam samin, Beliau bersabda, “Buanglah
tikus tersebut, dan buanglah bagian sekitarnya, kemudian makanlah samin kalian
(sisanya).” (HR. Bukhari)
Al
Hafizh berkata, “Ibnu ‘Abdil Bar menukilkan tentang sepakatnya ulama, bahwa
barang yang beku apabila kejatuhan bangkai, maka dibuang bangkainya dan bagian
sekitarnya, jika memang bagian bangkai tidak mengenai lebih dari itu. Adapun
jika benda cair, maka para ulama berselisih, jumhur (mayoritas) ulama
berpendapat bahwa benda cair tersebut menjadi najis semuanya karena terkena
najis, namun Az Zuhriy dan Al Auzaa’iy menyelishinya.”
Menyucikan
cermin dan sebagainya
Menyucikan
cermin, pisau, pedang, kuku, tulang, kaca, bejana dan semua benda berkilap yang
tidak berlubang cukup dengan diusap dengan usapan yang menghilangkan bekas
najis.
Menyucikan
sandal
Menyucikan
sandal atau khuff (sepatu yang menutupi dua kaki) yang terkena najis cukup
dengan digosok-gosok ke tanah hingga hilang bekas najisnya. Hal ini berdasarkan
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Apabila sandal salah seorang di antara kamu menginjak
kotoran, maka tanah adalah pensucinya.” (shahih lighairih, diriwayatkan oleh
Abu Dawud).
Wallahu
a’lam.
Miraji’:
Fiqhus Sunnah (S. Sabiq), Al Wajid (Abdul Azhim Badawi), Minhajul Muslim (Abu
Bakar Al jazari), dll.
Dinukil
dari Buletin Al Islah.
Diposkan ulang oleh Buya Nirbuano
Diposkan ulang oleh Buya Nirbuano