Si Hitam Manis Dari Wanayasa
Berbekal
rasa tidak terlalu manis agak masam, kelopak daun awet, dan ukuran standar,
manggis Wanayasa memikat konsumen mancanegara
Manggis
Wanayasa dihasilkan dari Wanayasa, Kiarapedes, dan Bojong, tiga kecamatan
sentra produksi utama manggis di Kabupaten Purwakarta, Jabar. Selain tiga
kecamatan itu, masih ada tiga kecamatan lain, Darangdan, Pondok Salam, dan
Pasawahan yang juga memproduksi buah yang dijuluki Queen of
Fruit alias Ratu Buah ini.
Berdasar
data Dinas Pertanian setempat, pada 2005 jumlah populasi manggis di
Purwakarta mencapai 86.546 batang yang ditanam di areal seluas 860 ha. Dari
pohon sebanyak itu didapat total produksi 19.268 kuintal buah dari varietas
Kaliagung dan Kalianger.
Menurut
Ade Sugema, petani manggis di Desa Babakan, Kec. Wanayasa,
selama ini buah manggis Wanayasa sudah berhasil menembus pasar
internasional. Buah itu sudah beredar di Singapura, Jepang, Taiwan,
Belanda, Hongkong, Sri Lanka, dan Uni Emirat Arab menjadi salah satu
hidangan istimewa di restoran dan hotel-hotel berbintang.
Ade
menambahkan, tanpa menyebut tahun yang pasti, ekspor manggis ini sudah
dilakukan cukup lama dengan tujuan Taiwan, Singapura, dan Jepang. Dengan
total produksinya 2.500 ton/tahun dan yang dilempar ke pasar ekspor
sebanyak 700 ton/tahun.
Sementara,
dari desanya dari 3.000 pohon yang dimiliki 25 petani. Saat musim panen,
produksi 2 ton rata-rata per hari selama 6 bulan. Ade memperkirakan, hasil
buah manggis dari desanya sebagian besar dijual ke pasar lokal, dan hanya
sekitar 20% dari 360 ton dapat memenuhi persyaratan ekspor. “Padahal,
tahun-tahun sebelum kami mampu memenuhi pasar ekspor sekitar 40%,”
ungkapnya.
Untuk
merambah pasar ekspor tersebut, sejumlah petani manggis mengeluh karena
harus menghadapi persyaratan ketat. Antara lain, kulit buah harus mulus
tanpa goresan, ukuran dan warnanya sudah ditentukan eksportir, juga
kesegaran dan waktu pengiriman harus tepat.
Keunggulan
Rasa
Keunggulan
manggis Wanayasa terletak pada rasanya yang tidak terlalu manis agak masam.
Rasa seperti ini cocok di lidah konsumen luar negeri. Selain itu, ukurannya
standar 6—12 buah/kg, dan kelopak buahnya kuat sehingga buahnya dapat
bertahan sampai dua minggu. “Karena itu orang luar negeri mau manggis
kita,” ucap Ade yang juga Ketua Kelompok Wargi Tani ini.
Di pasar
ekspor, manggis wanayasa laku dijual dengan harga berkisar
Rp15.000—Rp17.000/kg. Sedangkan di pasar lokal rentang harganya hanya Rp4.000—Rp5.000/kg.
Saat puncak musim panen, harga buah berkulit cokelat kemerahan dan
berdaging putih itu hanya Rp2.000—Rp2.500/kg. Harga semakin jatuh jika
kulit buah tidak mulus dan ukurannya kecil.
Sayang,
cerita manis manggis dari Wanayasa, tahun ini tak lagi dinikmati petani.
Biang keladinya, musim yang tidak normal sehingga menyebabkan gagal panen
pada 35.000-an pohon. Gara-gara ini jumlah manggis yang menyeberang lautan
hanya 0,5% dari proyeksi panen sekitar 998 ton. "Kami cuma bisa
menyuplai permintaan Cina saja," keluhnya. Sementara permintaan dari
Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, dan Timur Tengah, sama sekali tak
terlayani.
Peristiwa
gagal panen manggis kali ini yang bisa dibilang terburuk di Purwakarta
dalam beberapa tahun terakhir. Mestinya Maret—Mei petani manggis panen
raya. "Sekarang terpaksa gigit jari," ungkap Suwardi Gunawan,
petani di Desa Kampung Sukamaju II, Cibeber, Kiarapedes. Ditambahkan Ketua
Kelompok Subur ini, dari satu pohon dapat dipanen hingga 99 kali selama
dalam satu musim panen. Produktivitasnya mencapai 1 ton/pohon untuk yang
berumur 200 tahun, dan sekitar 500—700 kg bagi yang di bawah 50 tahun.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar