Selasa, 08 April 2014

Manggis Wanayasa





Si Hitam Manis Dari Wanayasa

Berbekal rasa tidak terlalu manis agak masam, kelopak daun awet, dan ukuran standar, manggis Wanayasa memikat konsumen mancanegara
Manggis Wanayasa dihasilkan dari Wanayasa, Kiarapedes, dan Bojong, tiga kecamatan sentra produksi utama manggis di Kabupaten Purwakarta, Jabar. Selain tiga kecamatan itu, masih ada tiga kecamatan lain, Darangdan, Pondok Salam, dan Pasawahan yang juga memproduksi  buah yang dijuluki Queen of Fruit alias Ratu Buah ini.
Berdasar data Dinas Pertanian setempat, pada 2005 jumlah populasi manggis di Purwakarta mencapai 86.546 batang yang ditanam di areal seluas 860 ha. Dari pohon sebanyak itu didapat total produksi 19.268 kuintal buah dari varietas Kaliagung dan Kalianger.
Menurut Ade Sugema, petani manggis di Desa Babakan,  Kec. Wanayasa, selama ini buah manggis Wanayasa sudah berhasil menembus pasar internasional. Buah itu sudah beredar di Singapura, Jepang, Taiwan, Belanda, Hongkong, Sri Lanka, dan Uni Emirat Arab menjadi salah satu hidangan istimewa di restoran dan hotel-hotel berbintang.
Ade menambahkan, tanpa menyebut tahun yang pasti, ekspor manggis ini sudah dilakukan cukup lama dengan tujuan Taiwan, Singapura, dan Jepang. Dengan total produksinya 2.500 ton/tahun dan yang dilempar ke pasar ekspor sebanyak 700 ton/tahun.
Sementara, dari desanya dari 3.000 pohon yang dimiliki 25 petani. Saat musim panen, produksi 2 ton rata-rata per hari selama 6 bulan. Ade memperkirakan, hasil buah manggis dari desanya sebagian besar dijual ke pasar lokal, dan hanya sekitar 20% dari 360 ton dapat memenuhi persyaratan ekspor. “Padahal, tahun-tahun sebelum kami mampu memenuhi pasar ekspor sekitar 40%,” ungkapnya.
Untuk merambah pasar ekspor tersebut, sejumlah petani manggis mengeluh karena harus menghadapi persyaratan ketat. Antara lain, kulit buah harus mulus tanpa goresan, ukuran dan warnanya sudah ditentukan eksportir, juga kesegaran dan waktu pengiriman harus tepat.

Keunggulan Rasa
Keunggulan manggis Wanayasa terletak pada rasanya yang tidak terlalu manis agak masam. Rasa seperti ini cocok di lidah konsumen luar negeri. Selain itu, ukurannya standar 6—12 buah/kg, dan kelopak buahnya kuat sehingga buahnya dapat bertahan sampai dua minggu. “Karena itu orang luar negeri mau manggis kita,” ucap Ade yang juga Ketua Kelompok Wargi Tani ini.
Di pasar ekspor, manggis wanayasa laku dijual dengan harga berkisar Rp15.000—Rp17.000/kg. Sedangkan di pasar lokal rentang harganya hanya Rp4.000—Rp5.000/kg. Saat puncak musim panen, harga buah berkulit cokelat kemerahan dan berdaging putih itu hanya Rp2.000—Rp2.500/kg. Harga semakin jatuh jika kulit buah tidak mulus dan ukurannya kecil.
Sayang, cerita manis manggis dari Wanayasa, tahun ini tak lagi dinikmati petani. Biang keladinya, musim yang tidak normal sehingga menyebabkan gagal panen pada 35.000-an pohon. Gara-gara ini jumlah manggis yang menyeberang lautan hanya 0,5% dari proyeksi panen sekitar 998 ton. "Kami cuma bisa menyuplai permintaan Cina saja," keluhnya. Sementara permintaan dari Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, dan Timur Tengah, sama sekali tak terlayani.
Peristiwa gagal panen manggis kali ini yang bisa dibilang terburuk di Purwakarta dalam beberapa tahun terakhir. Mestinya Maret—Mei petani manggis panen raya. "Sekarang terpaksa gigit jari," ungkap Suwardi Gunawan, petani di Desa Kampung Sukamaju II, Cibeber, Kiarapedes. Ditambahkan Ketua Kelompok Subur ini, dari satu pohon dapat dipanen hingga 99 kali selama dalam satu musim panen. Produktivitasnya mencapai 1 ton/pohon untuk yang berumur 200 tahun, dan sekitar 500—700 kg bagi yang di bawah 50 tahun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar